Friday, March 31, 2006

You get what inspect, not what you expect……..



Suatu hari, teman saya (seorang manajer di salah satu multinational company) mengeluh. “Sebel ama anak buah…” katanya. “Disuruh buat laporan saja susahnya minta ampun, sudah deadline eh laporannya salah lagi…dia nggak ngerti maunya saya…!” tambahnya lagi.

Mungkin hampir semua kita pernah mengalami hal yang sama: staf yang tidak mengerjakan tugas sesuai dengan harapan kita. Seperti teman saya tadi itu, nggak nyambungnya pikiran staf adalah salah satu hal yang paling membuat frustasi pimpinan. Hal ini tidak saja menimpa antar hubungan atasan-bawahan yang baru atau level junior, namun juga hubungan yang sudah lama, bahkan pada hubungan atasan-bawahan level executive.

Ketidaknyambungan harapan pemberi tugas dan penerima tugas bisa membawa bencana bagi organisasi. Sebut saja masalah deadline. Apa yang mungkin terjadi jika seorang staf diberi tugas untuk mengerjakan laporan dan tidak tahu kapan laporan tersebut harus selesai. Mungkin dia akan mengerjakannya dengan secepat mungkin dan selesai sebelum deadline. Namun, mungkin juga dia akan tidak menyelesaikannya dengan segera karena menganggap tidak mendesak dan ia memiliki waktu yang banyak.

Masalah deadline hanya satu contoh. Pernah suatu kali saya meminta staf saya menyiapkan bahan presentasi tentang sebuah produk. Waktu itu saya memberikan arahan agar bahan yang disiapkan harus atraktif dan menonjolkan nilai jual produk itu. Karena kegiatan lain yang cukup padat hari itu, saya tidak sempat memeriksa apa yang dia kerjakan. Keesokan harinya, 5 menit sebelum calon pembeli datang saya buka file presentasi yang dia kerjakan. Ya Tuhan.... ini bencana, warnanya norak...huruf-hurufnya besar-besar tidak proporsional, dan bahasanya murahan bahkan kampungan sekali.

Apa yang saya pelajari dari momen itu adalah apa yang saya pikirkan dengan atraktif dan menonjolkan nilai jual tidak sama dengan apa yang dipikirkan staf saya. Kesalahan fatal yang saya buat (sebagai atasan) adalah tidak memeriksa apakah pikiran saya sudah dimengerti oleh staf tersebut. Saya akhirnya tidak mendapat apa yang saya harapkan melainkan apa yang saya periksa. Yah...karena tidak ada yang saya periksa maka tidak ada yang saya peroleh.

You get what you inspect, not what you expect, begitu kata seorang pembicara terkenal (saya lupa namanya). Sebagai manajer, pimpinan, ketua atau apapun posisi kepemimpinan Anda, inspect adalah kata sakti yang meyakinkan tercapainya tujuan. Adalah baik sekali Anda memiliki kepercayaan kepada staf atau tim Anda, namun memeriksa adalah lebih baik lagi.

Bagaimana cara melakukan inspeksi yang efektif? Sangat tergantung dari situasi dan pekerjaan yang ditugaskan kepada staf. Umumnya bentuk inspeksi seperti: mendatangi meja kerja, meminta cetakan draft, atau meminta staf menceritakan pekerjaannya cukup berhasil. Ada pula bentuk tugas yang harus didampingi dan diperiksa dari waktu ke waktu, kalau perlu ikut lembur sampai pagi. Selain ditentukan oleh jenis pekerjaan, tingkat kematangan dan keahlian staf juga sangat menentukan. Staf yang memiliki kematangan dan semangat kepemimpinan justru tidak menyukai inspeksi yang terlalu dekat. Baginya, ”...yang penting Bapak tahu bereslah”. Namun, staf yang belum memiliki kematangan justru harus dipantau terus menerus.

Perlu juga diingat inspeksi yang berlebihan juga tidak baik. Hal ini bisa membuat staf merasa tidak dipercaya selain juga akan menyita waktu Anda. Metode inspeksi yang tidak tepat akan menimbulkan ketegangan yang tidak perlu bagi staf Anda. Bila ini terjadi, hubungan kerja atasan-bawahan justru akan rusak. Akibatnya, apa yang Anda harapkan justru tidak tercapai. Apa tanda suatu metode inspeksi efektif? Tandanya adalah bila target kinerja tercapai dan hubungan kerja Anda dengan staf semakin baik.

Jadi, kenalilah metode inspeksi yang paling efektif bagi Anda dan juga bagi staf .....dan dapatkan apa yang Anda harapkan.


Pesawat Garuda Indonesia,
Jakarta – Banda Aceh, 27 Maret 2006

Sunday, March 26, 2006

Can do attitude…

Ada satu ungakapan dari mentor saya yang paling saya sukai, “Can do..”. Penggalan kalimat itu yang selalu saya dengar setiap ia memperoleh tugas dari atasannya. Tugas rutin, tugas berat, begitu juga tugas yang tidak masuk akal. Kadang saya tidak mengerti, bagaimana ia bisa mengucapkan kata itu, padahal saya tahu benar bahwa tugas itu bukanlah tugas yang mudah.

“Can do…” yang terucap darinya selalu memberi keyakinan yang mantap bahwa tugas itu pasti akan dapat dilaksanakan. Memang pada waktunya tugas itu berhasil diselesaikan dengan baik. Beberapa kali memangm, ia tidak bisa menyelesaikan dengan baik tugas yang diberikan padanya. Namun, dari sisi teknis saya tahu persis ia telah mengerahkan cara-cara dan sumber daya yang terbaik yang mungkin digunakan untuk tugas tersebut.

Secara spontan saya juga mulai menyukai untuk mengucap kalimat yang sama. Setiap atasan menjelaskan suatu permasalahan dan meminta saya mengerjakannya jawaban pertama yang akan saya katakan adalah “Can do!” Demikian juga setelah saat ini saya memiliki staf, setiap saya memberikan tugas kepada mereka, saya juga mengharapkan jawaban “Can do…”.

Ada dua alasan penting mengapa sikap seperti ini sangat diperlukan. Pertama, kita dibayar oleh perusahaan, negara, atasan atau apapun orgasnaisinya, untuk menyelesaikan masalah. Jadi, kalau kita tidak mampu menyelesaikan masalah sejatinya kita memang tidak diperlukan. Maka, bukankah kita menjadi dzalim bila menerima penghasilan tapi kita tidak bisa memberi manfaat bagi yang memberi kita penghasilan (menyelesaikan masalahnya)?

Kedua, kita mempunyai kapasitas yang lebih dari apa yang kita bayangkan. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Demikian juga, kita tidak akan memperoleh masalah yang diluar kemampuan kita untuk menyelesaikannya. Jadi, bisa dipastikan bila suatu tugas atau masalah datang pada kita, artinya pasti punya kemampuan untuk menyelesaikannya. Namun pada saat itu, mungkin kita belum mengetahui potensi kita untuk menyelesaikannya.

Dari pengalaman saya, setiap tugas yang semula terasa berat namun bila dipelajari dan ditekuni, dengan sungguh-sungguh, selalu memiliki jalan keluar. Proses inilah yang selalu meingkatkan kapasitas kita. Tentu saja, peningkatan itu terjadi dari tiap proses yang kita lalui, tiap buku yang kita baca, setiap orang yang kita tanya pendapatnya, dan bahkan dari setiap kesalahan yang kita buat, dalam menyelesaikan masalah atau tugas tersebut. Dan, semua hal tersebut hanya kita peroleh setelah kita mengatakan "can do..."

Tidak ada orang yang menjadi besar atau sukses tanpa melewati proses. Proses itu hanya bisa kita peroleh melalui tugas dan masalah yang dibebankan pada kita.


Jadi, jawablah:”Can do...”


Bandara Polonia, Medan,
14 Maret 2005