Wednesday, November 28, 2007

THE GENETIC GODA - JOHN C. AVISE

MEREKA MENDALANGI KEHIDUPAN KITA, MEMPENGARUHI TAMPILAN FISIK, KESEHATAN, PERILAKU, BAHKAN KETAKUTAN DAN HASRAT KITA.

Merekalah yang menjadi alasan jasmani kita ada-untuk makan dan tidur, memerangi dan mencintai, membenci dan mengayomi, serta menjalin hubungan- untuk berketurunan. Kita adalah ciptaan evolusioner mereka, inang yang fana dan dapat diganti...untuk mengabdikan diri bagi kebutuhan mereka. Kita adalah kunci bagi keabadian mereka.

Mereka bukanlah Tuhan, melainkan gen-gen kita. Sereeemmm


Saturday, September 29, 2007

Kita Adalah Yang Kita Pelajari

Apa yang membawa kita pada apa kita yang sekarang? Anda seorang akuntan? Atau seorang Direktur Utama perusahaan? Atau petugas administrasi di kantor kecil kecamatan? Jawabnya adalah apa yang Anda pelajari di masa lalu.

Apa yang kita pelajari di masa lalu dengan berbagai cara -formal, nonformal, otodidak, membaca, atau cara lain- menjadi dasar kita berfikir, berperilaku, memilih, bekerja, dan berbicara. Dari cara kita berfikir, berbicara dan bertindak kita memperoleh pekerjaan, profesi, status dan apapun yang kita miliki atau tidak kita miliki sekarang. Artinya, apa yang Anda pelajari yang membentuk Anda dan membawanya pada apa Anda saat ini.

Mari kita teruskan analogi tersebut lebih kedepan. Dengan pola pikir yang sama dapat kita simpulkan apa yang kita pelajari akan membawa kita pada suatu tempat di masa mendatang. Bagaimana mungkin Anda akan menjadi manajer keuangan di masa depan bila tidak mempelajari akuntansi dan keuangan sekarang. Mustahil Anda menjadi dokter bedah pada beberapa tahun mendatang bila tidak kuliah di kedokteran sekarang. Adalah menghayal bila Anda ingin menjadi pialang saham di Bursa Efek Jakarta tanpa mengikuti ujian sertifikasi sebagai pialan saham. Dan seterusnya....mimpi kali yeee.

Jadi, kita dapat lihat ada suatu benang merah antara saat ini dengan masa yang datang. Tidak perlu ke dukun atau mencari wangsit di Gunung Kawi untuk tahu hal itu bukan.

Ada suatu pepatah Cina yang mengatakan belajar itu seperti mendayung perahu melawan arus, bila tidak memaksakan lebih kuat maka akan terhanyut. Artinya, kita harus selalu belajar hal terbaru yang relevan dengan tugas, profesi, harapan dan cita-cita, kita. Dan bila kita tidak mempelajarinya dengan sangat baik kita akan terhanyut oleh arus perubahan. Kita akan tersisih dari kompetisi kehidupan yang sangat ketat ini.

Lihatlah sekitar Anda, semua berkembang dengan begitu pesat. Hal kecil saja misalnya, saya belajar mengoperasikan PC dengan Windows, tidak lama kemudian diluncurkan Windows Vista. Demikian juga, siap-siaplah kecewa ketika sudah merasa mempelajari peraturan perpajakan di tahun 2004 secara lengkap, karena setiap tahun terbit peraturan-peraturan baru yang bisa berbeda sama sekali dengan yang sebelumnya.

Pertanyaan berikutnya adalah apa sebenarnya proses belajar tersebut? Beberapa ahli menyatakan belajar adalah proses perubahan perilaku. Ada juga yang mengatakan bahwa belajar adalah menyimpan pengetahuan dalam memori jangka panjang. Namun menarik apa yang disebut Walter & Egmon, belajar adalah proses mengubah muatan, dan hubungan antar muatan, dari suatu peta pikiran, mengembangkan kapasitas dan kemampuannya untuk berbagai tindakan. Mereka menekankan belajar sebagai pengembangan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan kemampuan untuk berbagai tindakan.

Mari kita tambah pengertian belajar dengan mengutip definisi dari Wikipedia, Learning is the acquisition and development of memories and behaviors, including skills, knowledge, understanding, values, and wisdom. Terjemahan bebasnya adalah: belajar sebagai proses memperoleh dan membangun ingatan dan perilaku, termasuk keterampilan, pengetahuan, pemahaman, nilai-nilai, dan kebijaksanaan.

Belajar…belajar…belajar…

Wednesday, September 26, 2007

Fail to Plan is Planning a Failure

Kejadian menyebalkan minggu ini. Tiba-tiga orang bagian perencanaan mengundang rapat pembahasan anggaran. Sejam dalam rapat terasalah bahwa itu acara untuk memaksakan kehendak. Mereka menyusun acara itu sehingga seluruh peserta rapat terpaksa mengambil keputusan dalam waktu singkat dengan pilihan yang sangat terbatas. Ini bukan kali pertama. Sudah tahun ke tiga. Sekali lagi saya tegaskan sudah tahun ke tiga.

Bagi saya, pola-pola ini adalah bentuk kegagalan manajemen puncak. Antar leader tidak ada komunikasi yang memadai. Dimana dalam komunikasi itu bisa mengungkapkan masalah juga menemukan solusinya. Saya melihat komunikasi mereka cuma basa-basi.

Berawal dari itu, tidak ada suatu penanganan masalah yang terpadu. Semua mendadak, semua intrik, semua rekayasa, semua dipaksa. Termasuk dalam siklus perencanaan di atas.

Percaya atau tidak, kegagalan membuat perencanaan sama dengan merencanakan kegagalan. Perencanaan menentukan arah kegiatan organisasi di masa mendatang. Sedikit kesalahan perencanaan saja bisa membawa organisasi pada kegiatan yang salah. Apalagi kesalahan perencanaan yang besar. Dengan terjadinya kesalahan itu, obyektif organisasi bisa jadi tidak akan tercapai.

Sunday, September 23, 2007

The Prepared Mind of A Leader


catatan akhir pekan, 23 September 2007

Seorang ilmuwan abad 18, Louis Pasteur, pernah mengatakan: “Chance favors the prepared mind.” Kalimat ini menjadi sangat abadi hingga kini. Bagi saya, ini menjadi salah satu kalimat motivasi pribadi yang sejak dulu mendasari setiap upaya saya selama ini.

Tak sengaja, saya menemukan sebuah buku yang sebagian besar isinya didasarkan pada spirit kalimat Louis Pasteur itu. ”The Prepared Mind of A Leader: Eight Skills Leaders Use to Innovate, Make Decision, and Solve Problems” judulnya. Buku yang sangat menarik menurut saya. Berikut sedikit ringkasan buku tersebut.

Good leadership, like so many other things in life, is seen through a combination of skills. And like so many other things in life, you don’t just “get better” at leadership; you improve your skills by regular practice. To use a sport metaphor, a good golfer has driving skills, putting skills, “rough skills, bunker skills, and others. He or she is good only because of practice. And as we looked at organisational successes and failure in their innovation, decision making, and problem solving, we looked for mental skills that were being used or were absent.

We see eight fundamental skills delineating a Prepared Mind leader.

Observing
The environment in which we live and operate is constantly changing. It’s natural for us to look for confirming information about our view of the world, but it’s often more important to look for disconfirming information. What have you been obeserving lately?


Reasoning
People will want to know why you are proposing a course of action and will not follow your lead untill they understand your explanation. What are your answer to the “why” question?

Imagining
The future is unknowable, but it can be visualized. Established industries, companies, policies, and practices are always challanged be new (imagined) ideas. What’s running through your mind these days?

Challenging
Any organisation’s business is built on assumptions. When is the last time you challanged your assumptions and tested their validity?

Deciding
Face it, you get paid to make or influence decisions because action is essential to progress. Are you progressing or paralyzed?

Learning
Past knowledge got you to where you are today. It may or may not be effective in continuing to move you forward. What don’t you know that you should know?

Enabling
You m ay be smart, but progress requires a concerted effort for any organisation. Do the people aroun you have the knowledge and the means and, most important, the opportunity to progress.

Reflecting
All decisions have trade-offs. We need to look at past decisions and understand the trade-offs we made and the consequences of those trade-offs. We also need to reflect forward (envision) and consider the trade-offs we are about to make. The problem is that we are time starved and never seem ti have the time to just think. Have you spent any quiet thinking time lately?

Friday, August 31, 2007

Kita Adalah Apa Yang Kita Berikan

Di waktu masa kanak-kanak, saya pernah membaca sebuah dongeng yang sangat menarik. Dongeng tersebut dari India yang menceritakan satu penggal cerita dalam perjalanan seorang raja. Begini ceritanya.

Alkisah seorang raja sedang melakukan perjalanan dari ibukota kerajaan menuju salah satu provinsinya. Perjalanan tersebut di lakukan dengan armada perahu lewat sebuah sungai yang tenang dan jernih airnya. Sebagaimana kebiasaan kerajaan masa lalu, raja ini diiringi oleh para pembantu dan dayangnya. Dan tentu saja di kawal oleh panglima dan prajurit pilihan. Di antara pembantu dan dayangnya tersebut ada dua orang yang bertugas mengipasi sang raja.

Pada saat melintasi sebuah tikungan sungai di siang hari yang terik, kisah ini terjadi. Sang raja terlihat tertidur nyenyak, panglima berada di anjungan duduk sambil mengawasi perjalanan, dan para pasukan siaga di perahu masing-masing. Dua orang pembawa kipas saling berbisik dan bercerita. ”Huh...siang terik begini betapa enaknya tidur” kata seorang. ”Betul, apalagi sambil dikipasin. Kenapa kita yang harus bertugas menjadi pembantu Raja, dan harus mengipasi beliau hingga tidur begini. Coba lihat panglima itu..dia hanya duduk saja.” Temannya menjawab lagi ”Kalau aku diberi seragam prajurit dan pedang itu, aku yakin aku bisa menjadi panglima.” Sebenarnya sang raja tidak tidur dan ia mendengar semua pembicaraan tadi. Namun ia adalah raja yang bijak sehingga tidak serta-merta menghukum kedua pembantunya itu.

Menjelang sore perahu merapat ke tepian dan seluruh rombongan bersiap untuk istirahat. Sang raja berfikir untuk menggunakan waktu ini memberi pelajaran kepada kedua pembantunya. Sementara panglima nya memberi pengarahan pada prajuritnya, sang raja memanggil kedua pembawa kipas tadi. Raja berkata, ”Aku mendengar ada suara-suara aneh ditepian sungai. Coba kalian berdua lihat apa yang membuat suara-suara itu.” Berangkatlah kedua pembawa kipas itu melihatnya dan segera kembali ke kapal.

Begitu sampai di kapal mereka berkata:”Suara-suara itu dari anak burung yang masih dalam sarangnya tuanku.” Memperoleh penjelasan itu sang raja sang raja bertanya kembali,”Ada berapa ekor?” Selanjutnya raja meminta mereka melihat kembali. Setelah turun kapal dan melihat, mereka menjawab ”Ada empat ekor baginda Raja.” Sang raja bergumam, ”Hhhhmmm, berapa yang jantan?” mereka turun kembali dan menjawab.

Raja berulangkali bertanya dan mereka berulangkali turun dan menjawab. Berapa yang jantan, berapa yang betina, apa warna bulunya, apa makanannya dan seterusnya. Setelah selesai semua, sang raja memanggil panglimanya. Kepada panglima ia bertanya hal yang sama: ”Aku mendengar ada suara-suara aneh ditepian sungai. Coba panglima lihat apa yang membuat suara-suara itu.”

Panglima turun dan melihat, setelah itu ia kembali ke perahu raja. Panglima berkata: ”Suara-suara itu dari anak burung yang masih dalam sarangnya tuanku.” Raja melanjutkan, ”Ada berapa ekor?” Panglima menjawab ”Empat ekor tuanku, 3 jantan dan 1 betina.” Raja tersenyum dan bertanya lagi, ”Apa warna bulunya?” Panglima menjawab,” Yang jantan berwara hitam dengan garis putih, yang betina warna hitam pekat.” Demikian seterusnya pertanyaan raja dapat dijawab semuanya oleh panglima hanya dengan sekali pengamatan.

Dua pembawa kipas tadi menyadari kesalahan mereka dan segera meminta ampun kepada raja. Mereka menyadari bagaimana kemampuan mereka dan kemampuan panglima. Raja tersenyum dan memaafkan mereka. Bahkan, selanjutnya mereka diberi pelatihan keprajuritan. Dalam beberapa tahun, dengan usaha keras mereka, mereka telah menjadi salah satu pejabat penting dalam pasukan sang Raja.

Apa yang menarik dari dongeng ini? Bagi saya dongeng ini menceritakan pada kita, bahwa kita adalah sebesar nilai bisa kita berikan kepada orang lain. Dalam organisasi, perusahaan, masyarakat, dan bangsa, berapa besar nilai yang kita berikan kepada mereka menentukan seberapa besar kita dihargai.
Kita adalah apa yang bisa kita berikan. Tukang service jam adalah karena ia orang yang mampu memberikan service jam. Pedagang sayur, adalah orang yang mampu menjual sayur-mayur. Fotografer adalah orang yang mampu memberikan jasa fotografi. Manajer keuangan adalah orang yang mampu mengelola keuangan. Direktur Pendanaan adalah orang yang mampu men-direct (memimpin, merencanakan, mengelola, dan mengawasi) proses pendanaan.

Kita hanya layak memperoleh sebesar apa yang bisa kita mampu berikan. Namun disisi lain, upaya meningkatkan kemampuan agar bisa memberi lebih juga adalah suatu keharusan. Setiap orang berhak memperoleh kesempatan memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi organsiasi, perusahaan, masyarakat dan bangsa. Mari berlomba memberikan yang terbaik.

Friday, August 24, 2007

Dari Alexander the Great hingga Soe Hok Gie

Catatan Minggu Ini, 24 Agustus 2007.

Minggu ini lumayan melelahkan. Tugas-tugas dari kantor menumpuk tidak karuan. Pencapaian target kinerja, reorganisasi, rekonsiliasi dan lainnya. Huffff .... cape dech. Alhamdulillah, disela-sela itu saya masih sempat baca beberapa buku dan nonton film dari TV kabel.

Ada 2 hal yang sangat penting untuk dicatat minggu ini. Yang pertama dari film tentang Alexander. Diceritakan betapa Alexander seorang raja dan panglima perang yang visioner. Bercita-cita menyatukan dunia. Dari Yunani hingga Asia, Persia, Hindia, dan Mesir. Dia membayangkan masa depan yang ingin dibangunnya adalah masa depan dimana orang-orang dari berbagai benua dan budaya saling bertemu, berdagang dan bergaul. Sungguh cita-cita yang jauh dari masanya.

Alexander mendasarkan semua peperangannya dengan mimpi itu. Tragisnya ketika kemenangan sudah sampai puncaknya ia mati. Disebut-sebut, Alexander mati dalam kesepian. Mengapa? Bukankah ia dikelilingi oleh permaisuri, para selir, panglima-panglima nya, serta tidak kurang dari 40.000 pasukannya.

Yang Kedua adalah Soe Hok Gie, dia seorang tokoh muda di jaman peralihan orde lama ke orde baru. Gie, begitu dia dipanggil akrab, sosok pemuda yang penuh visi. Dia memimpikan Indonesia sebagai negara yang demokratis, maju, rakyat yang makmur, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Sungguh cita-cita yang jauh dari masanya.

Dari buku yang berisi tulisan-tulisannya itu, Gie digambarkan juga sebagai sosok yang sangat kesepian. Ia kesepian di tengah-tengah rekan-rakan demonstrannya. Ia sepi di tengah mahsiswa-mahasiswanya. Ia kesepian ditengah teman-teman diskusi politiknya. Bahkan ketika akhir hayatnya, ia sendiri. Ia meninggal akibat gas beracun gunung Semeru.

Merenungkan 2 tokoh itu di minggu ini, mengapa orang-orang yang punya visi dan cita-cita besar itu selalu merasa sepi? Apakah mereka merasa sepi karena orang-orang terdekatnya tidak memahami mereka?

Alexander, ia melakukan perjalanan dan berperang demi visi menyatukan dunia. Hal yang dianggap mustahil oleh para panglimanya. Bagi mereka apa yang dilakukan bersama Alexander hanya suatu perang ke perang lainnya. Bagi istrinya, apa yang dilakukan Alexander hanya ingin mencari wanita-wanita lain untuk dikawini. Tidak ada yang memahaminya saat itu. Mungkin itu yang membuatnya kesepian.

Gie, ia melakukan pergerakan demi suatu Indonesia yang baru. Sementara, bagi teman-temannya itu hanya sebuah sensasi, sikap keras kepala, atau hanya sikap kritis yang tidak berdasar. Mungkin itu juga yang membuatnya kesepian.

Kadang saya juga merasa kesepian...hanya saya tidak tau apa penyebabnya. Yang jelas saya belum punya cita-cita besar seperti 2 tokoh tadi. Jadi apa ya?

Thursday, July 12, 2007

Senyum di pagi hari

Apa yang Anda lakukan ketika bangun pagi? Ngulet...bengong...ngucek-ngucek mata???
Pernah nggak, memperhatikan bagaimana pagi kita mempengaruhi sisa hari kita. Saya pernah. Biasanya kalo pagi itu saya merasa segar dan gembira, hari itu akan penuh semangat, ide dan prestasi. Sebaliknya kalau hari itu dimulai dengan kekesalan, letih, lelah, dan manyun....sisa harinya juga akan berisi kemarahan, bentrok dengan orang, gagal dan seterusnya.

Jadi sekarang saya membiasakan tersenyum ketika bangun pagi. Luar biasa dampaknya. Saya merasa selalu lebih baik. Lebih bersyukur masih hidup. Merasakan matahari, angin pagi, dan segelas kopi.

Baik juga kalo Anda mau mempraktekkannya...bagun pagi dan tersenyumlah. Semoga hari Anda penuh prestasi.


Banda Aceh, 12 Juli 2007