Friday, August 24, 2007

Dari Alexander the Great hingga Soe Hok Gie

Catatan Minggu Ini, 24 Agustus 2007.

Minggu ini lumayan melelahkan. Tugas-tugas dari kantor menumpuk tidak karuan. Pencapaian target kinerja, reorganisasi, rekonsiliasi dan lainnya. Huffff .... cape dech. Alhamdulillah, disela-sela itu saya masih sempat baca beberapa buku dan nonton film dari TV kabel.

Ada 2 hal yang sangat penting untuk dicatat minggu ini. Yang pertama dari film tentang Alexander. Diceritakan betapa Alexander seorang raja dan panglima perang yang visioner. Bercita-cita menyatukan dunia. Dari Yunani hingga Asia, Persia, Hindia, dan Mesir. Dia membayangkan masa depan yang ingin dibangunnya adalah masa depan dimana orang-orang dari berbagai benua dan budaya saling bertemu, berdagang dan bergaul. Sungguh cita-cita yang jauh dari masanya.

Alexander mendasarkan semua peperangannya dengan mimpi itu. Tragisnya ketika kemenangan sudah sampai puncaknya ia mati. Disebut-sebut, Alexander mati dalam kesepian. Mengapa? Bukankah ia dikelilingi oleh permaisuri, para selir, panglima-panglima nya, serta tidak kurang dari 40.000 pasukannya.

Yang Kedua adalah Soe Hok Gie, dia seorang tokoh muda di jaman peralihan orde lama ke orde baru. Gie, begitu dia dipanggil akrab, sosok pemuda yang penuh visi. Dia memimpikan Indonesia sebagai negara yang demokratis, maju, rakyat yang makmur, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Sungguh cita-cita yang jauh dari masanya.

Dari buku yang berisi tulisan-tulisannya itu, Gie digambarkan juga sebagai sosok yang sangat kesepian. Ia kesepian di tengah-tengah rekan-rakan demonstrannya. Ia sepi di tengah mahsiswa-mahasiswanya. Ia kesepian ditengah teman-teman diskusi politiknya. Bahkan ketika akhir hayatnya, ia sendiri. Ia meninggal akibat gas beracun gunung Semeru.

Merenungkan 2 tokoh itu di minggu ini, mengapa orang-orang yang punya visi dan cita-cita besar itu selalu merasa sepi? Apakah mereka merasa sepi karena orang-orang terdekatnya tidak memahami mereka?

Alexander, ia melakukan perjalanan dan berperang demi visi menyatukan dunia. Hal yang dianggap mustahil oleh para panglimanya. Bagi mereka apa yang dilakukan bersama Alexander hanya suatu perang ke perang lainnya. Bagi istrinya, apa yang dilakukan Alexander hanya ingin mencari wanita-wanita lain untuk dikawini. Tidak ada yang memahaminya saat itu. Mungkin itu yang membuatnya kesepian.

Gie, ia melakukan pergerakan demi suatu Indonesia yang baru. Sementara, bagi teman-temannya itu hanya sebuah sensasi, sikap keras kepala, atau hanya sikap kritis yang tidak berdasar. Mungkin itu juga yang membuatnya kesepian.

Kadang saya juga merasa kesepian...hanya saya tidak tau apa penyebabnya. Yang jelas saya belum punya cita-cita besar seperti 2 tokoh tadi. Jadi apa ya?

No comments: