Tuesday, May 13, 2008

CONTENT IS THE KING




Di dunia finansial ada satu jargon yang sangat dikenal, cash is the king. Menurut Wikipedia, istilah ini dipopulerkan pertama kali oleh Alex Spanos. Ungkapan ini menunjukkan betapa pentingnya aliran cash dalam kesehatan suatu bisnis secara keseluruhan. Artinya walapun suatu bisnis bisa saja memiliki piutang yang besar atau asset tetap yang besar, tetapi tanpa cash, bisnis itu bisa jadi secara teknis disebut bangkrut.



Beberapa hari yang lalu saya membaca satu literatur tentang bisnis di masa depan dan menemukan satu jargon yang mirip: content is the king. Sang penulis menyebutkan bahwa saat ini dan masa depan, informasi akan tersedia sedemikian berlimpah. Informasi yang di masa lalu atau saat ini harus dibeli dengan mahal pada pihak tertentu maka pada saat itu sudah mudah kita peroleh. Bahkan, kita akan mudah mendapatnya dari berbagai sumber. Banyak pihak akan berlomba-lomba menyediakan informasi murah bahkan gratis.


Nah, pada saat itu (menurut sang penulis) pihak yang memiliki content yang sangat relevan dan bermanfaat luar biasa akan memperoleh benefit yang luar biasa pula. Content dengan informasi yang umum dan mudah diperoleh menjadi tidak berharga.
Dalam lieteratur internet, content dapat berupa tulisan dalam berbagai gaya seperti jurnal, berita, cerita, artikel, essay, laporan, panduan dan lainnya. Dapat juga berupa program, audio, video, games, dan lainnya yang dapat digunakan oleh pengguna.


Dalam dunia mananajemen kita juga mengenal Steven R. Covey dengan 7 Habit-nya yang menjadi best seller secara internasional. Buku itu sudah terjual lebih dari 10 juta copy (baca: 10.000.000). Misalkan saja satu buku seharga $20, maka nilai cash yang terlibat adalah sebesar $ 200.000.000. Bila kita merujuk kepada ke jargon di dunia financial tadi, bahwa cash = king dan di sisi lain content = king, maka kita bisa tarik kesimpulan dari persamaan sederhana itu content = cash. Apakah sesederhana itu? Tentu saja tidak. Seperti juga komoditas lainnya, content tentu membutuhkan proses untuk diubah menjadi cash.


Tentu saja yang sudah pasti bahwa tidak mungkin melakukan konversi menjadi cash bila tidak ada content-nya. Proses penyediaan content ini dapat berupa tulis-menulis, riset, rangkuman, pengembangan program, syuting film, rekaman suara, dan lainnya. Nah, proses cash proses konversinya tentu lain lagi ceritanya.


Dalam tataran praktis sebenarnya kita sudah melihat banyak proses penyediaan content ini yang berhasil di-convert menjadi cash. Sebut saja, JK Rowling yang sukse dengan seri Harry Potter nya. Di Indonesia, Andrea Hirata dengan Laskar Pelangi dan best seller lainnya. Yang paling heboh, Ayat-ayat Cinta Oleh Habiburrahman El Shirazzy.


Menurut Detik.com, Ayat-Ayat Cinta ditonton oleh lebih 2 juta orang. Bila harga tiket rata-rata Rp 20 ribu, maka pemasukan dari bioskop paling tidak Rp 40 Milyar. Tentu si penulis akan memperoleh sekian persen royalty.


Dalam dunia mananajemen kita juga mengenal Steven R. Covey dengan 7 Habit-nya yang menjadi best seller secara internasional. Buku itu sudah terjual lebih dari 10 juta copy (baca: 10.000.000). Misalkan saja satu buku seharga $20, maka nilai cash yang terlibat adalah sebesar $ 200.000.000. . Jangan lupa pula, turunan dari hasil buah karyanya tersebut adalah training dan jasa konsultansi secara internasional.


Contoh lain yang fenomenal adalah bisnis online. Merebaknya program internet marketing atau affiliate marketing tidak lepas dari industry content. Dalam hal ini, situs penyedia content dan diminati banyak pengunjung akan menjadi media bisnis yang sangat menguntungkan. Salah satu pemain besar di bisnis ini, Asian Brain milik Anne Ahira, malah sudah berani pasang iklan di detik.com dengan ukuran dan posisi yang sama dengan produk PT Telkom.


Contoh-contoh di atas hanyalah segelintir men yediakan “content” kepada khalayak. Tentu saja opportunity seperti itu masih sangat terbuka lebar. So, rekans...mungkin sudah saatnya kita mulai melirik jargon ini.
Dari proses-proses penyediaan content, yang paling simple tentunya adalah menulis. Bila kita memilih menulis sebagai sarana penciptaan content, maka persamaan di atas masih dapat kita teruskan sebagai berikut.


Menulis = menciptakan content = cash = king.


(Kalo di balik: Mau jadi King? Ayo Menulis)

No comments: